Senin, 15 Juni 2009

CLASS ACTION

CLASS ACTION

“Upaya Perlindungan Kepentingan Masyarakat dalam Sistem Hukum di Indonesia”

Oleh : Anjaz Hilman, SH.[1]


A. Latar Belakang & Pengertian Gugatan Kelas

1. Pengertian.

Sebagai lembaga baru, class action atau gugatan kelas diperkenalkan dalam sistem hukum modern, sebagai langkah yang tumbuh dari masyarakat dimana pada awalnya tumbuh dari kebutuhan masyarakat itu sendiri yang sadar akan hak-haknya sebagai warga negara. Hal ini disebabkan struktur yang selama ini ada dan terpelihara ternyata tidak memadai, sistem hukum selama ini hanya mengenal keberadaan subjek hukum sebagai pihak yang diakui untuk dapat mempertahankan hak-haknya dimuka hakim.

Subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban secara teoritis terdiri dari 2 (dua) bentuk ; pertama, orang sebagai subjek hukum alamiah (naturlijk persoon), kedua, subjek hukum buatan berupa badan-badan hukum (recht persoon) seperti negara, perusahaan, koperasi, yayasan dan lain sebagainya, yang terlebih dahulu disahkan sehingga dapat memiliki hak dan kewajiban.

Dengan sendirinya pihak-pihak yang dapat menuntut/mempertahankan hak dimuka hakim adalah mereka-mereka yang tergolong sebagai subyek hukum tersebut diatas baik secara perdata (privat) maupun pidana (publik). Lantas bagaimanakah jika perkara tersebut mengakibatkan kerugian pada orang banyak seperti apakah hukum mengaturnya?.

Sementara ini masyarakat dianggap sebagai kumpulan orang-orang, dimana orang-orang tersebut sebagai subjek hukum alamiah. Kenyataan (kumpulan) dalam hukum tidak dapat dikatakan sebagai keadaan yang mewakili kepentingan kelompok tertentu (publik). Dengan sendirinya jikalau akan dilakukan penuntutan dimuka hakim haruslah perkara yang bersifat keperdataan (privat) dan dilakukan oleh yang bersangkutan masing-masing. Sedangkan apabila hal yang hendak dituntut menyangkut kepentingan orang banyak (baca:kelompok), maka tidaklah dapat seseorang serta merta menggugat dengan menyatakan diri mewakili kepentingan kelompok tersebut.

Atas dasar bentuk yang kovensional inilah dirasakan adanya kekurangan sehingga menimbulkan kebutuhan akan adanya terobosan baru. Terobosan tersebut dalam sistem hukum modern kita sekarang ini dikenal sebagai Class Action (gugatan kelas), dimana memberikan peluang bagi masyarakat untuk menuntut/mempertahankan hak-haknya secara bersama-sama dengan cara perwakilan/representasi[2].

Perkembangan class action pertama kali dikenal dalam sistem common law, awal diperkenalkan di Inggris pada tahun 1873 melalui supreme court of judicature act 1873 dimana mengatur untuk dimungkinkannya kewenangan pengadilan untuk memutus perkara yang diajukan kelompok tertentu akibat kerugian yang dideritanya. Selanjutnya prosedur class action berkembang merambah negara-negara common law lainnya seperti Canada tahun 1881, AS tahun 1912, Australia 1976, India tahun 1908. Sedangkan di Indonesia baru dikenal secara formil semenjak dikeluarkannnya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2002.

Di Indonesia sendiri prosedur class action/represetative class dikenal dengan istilah gugatan kelas atau gugatan perwakilan kelompok (GPK)[3] atau gugatan kelompok. Sedangkan secara umum pengertian Class Action adalah gugatan yang berisi tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan olah satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok[4].

Adapun rumusan yuridis class action terdapat dalam Pasal 1 huruf a Perma No. 1 Tahun 2002[5], yang berbunyi ; Suatu tata cara pengajuan yang dilakukan satu orang atau lebih, bertindak mewakili kelompok untuk diri sendiri dan sekaligus mewakili anggota kelompok yang jumlahnya banyak dan antara yang mewakili kelompok dengan anggota kelompok yang diwakili, memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum.

2. Class Action di Indonesia

Class action yang dikenal sebagai gugatan kelompok di Indonesia jauh sebelum dikeluarkannya peraturan mahkamah agung di atas telah lebih dahulu dipraktekkan. Praktek tersebut lazim dilakukan dalam hal pencemaran lingkungan dan perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup & UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Contoh gugatan kelompok akibat pemadaman listrik selama 3 jam terhadap PLN.

Class action dalam kedua undang-undang tidak di rumuskan secara rinci mengenai prosedur acara yang harus dipenuhi akan tetapi sifatnya hanya memberikan hak bagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengajukan tuntutan mengatasnamakan kepentingan yang diatur undang-undang (dalam hal ini kepentingan perlindungan lingkungan hidup[6] dan perlindungan konsumen)[7]. Dengan catatan ketentuan tersebut tidak mengurangi hak-hak kelompok masyarakat lain atau anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengajukan tuntutan serupa, sebab gugatan gugatan kelompok atau class action pada umumnya berbeda dengan gugatan kelompok LSM.

Sedangkan untuk perkara-perkara lain diluar perkara lingkungan dan konsumen tetap dimungkinkan ditempuh prosedur gugatan kelompok ini. Setelah dikeluarkan Perma No. 1 Tahun 2002 tidak lagi menimbulkan keraguan untuk ditempuhnya prosedur ini.

B. Prinsip & Syarat Formil gugatan kelompok.

Sesuai dengan rumusannya, gugatan kelompok berisikan tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok. Adapun prinsip yang menjadi landasan utama konsep class action atau gugatan kelompok adalah : pertama, prinsip numerousity merupakan faktor menandakan suatu gugatan dimaksud mewakili kepentingan suatu kelompok yang terdiri dari banyak orang. Kedua, prinsip commonality (kesamaan), yaitu prinsip kesamaan yang berkenaan dengan fakta atau dasar hukum dan kesamaan tuntutan hukum[8], lebih lanjut adanya kesamaan ditandai dengan a.n :

· kesamaan kepentingan (same interest),

· kesamaan penderitaan (same grievance) dan

· kesamaan tujuan (same purpose)

Selanjutnya berdasarakan karakterisrik utama prosedur gugatan kelompok ,Perma No. 1 Tahun 2002 mengatur persyaratan formil dalam hal diajukannyan suatu gugatan kelompok, sebagai berikut :

1. Adanya kelompok

Menurut hukum terwujudnya suatu kelompok harus terdiri dari sekian banyak perorangan (individu) sehingga mampu menampilkan diri atau dapat dipastikan sebagai suatu kelompok[9]. Kelompok sebagai satuan tersendiri, secara formil harus dapat didefinisikan secara spesifik atau dapat di identifikasi dengan jelas.

Keberadaan kelompok dapat diketahui dengan :

a. Adanya anggota kelompok

Pasal 2 huruf a dan c Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi ”Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak hingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam gugatan”.

· Jumlah anggota kelompok dalam perma tidak menentukan batas minimal maupun maksimal

· akan tetapi untuk memenuhi prinsip commonality dan numerousity, dalam gugatan, kelompok harus didefinikan dengan rinci dan spesifik yang penting dapat dengan mudah keberadaannya dikenali.

b. Adanya Perwakilan kelompok

· Wakil kelompok dalam mengajukan gugatan bertindak untuk dan atas nama kelompok,

· boleh terdiri dari satu orang maupun beberapa orang

· Kedudukan wakil kelompok di hadapan hukum adalah sebagai kuasa (legal mandatory) dengan demikian wakil kelompok tidak memerlukan surat kuasa khusus[10].

· Adapun syarat seseorang dapat dikatakan sebagai wakil kelompok a.n ; memiliki kejujuran dan memiliki kesungguhan melindungi kepentingan anggota kelompok[11].

· Sedangkan bagi anggota yang menolak dapat dengan tegas menyatakan keluar dari kelompok (opt out) dan kepadanya tidak terikat putusan hakim[12].

2. Kesamaan fakta atau dasar hukum

· Kesamaan tersebut yang sama antar seluruh anggota dan wakil kelompok.

· Kesamaan tersebut harus bersifat substansial , yaitu kesamaan fakta atau kesamaan hukum yang dilanggar tergugat.

· Dimungkinkan terjadinya perbedaan dalam gugatan dan dapat diterima dengan pertimbangan perbedaan tersebut tidak prisipil dan substansial, artinya tidak berbeda dalam kenyataan hukum yang terdapat dalam gugatan.

3. Kesamaan tuntutan

· Pasal 1 huruf b Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi, “Wakil kelompok adalah satu orang yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya”.

· Gugatan sebagai formulasi tuntutan merupakan pengejawantahan tujuan penuntutan itu sendiri oleh karena itu jika tujuan suatu penuntutan berbeda dengan yang lainnya maka dapat dikatakan berbeda pula formulasi gugatan.

· Untuk kepentingan gugatan kelompok, gugatan atau tuntutan harus didasari oleh kesamaan-kesamaan, misal kesamaan kerugian.

· Dengan adanya kesamaan tersebut memberikan hak bagi anggota kelompok untuk mengajukan tuntutan yang sama pula. Dap[at berupa ganti rugi, permintaan maaf, pemulihan kerusakan dll.

Dalam prosedur gugatan kelompok ini terdapat hal yang dikecualikan yaitu yang berkenaan dengan hak gugat LSM. Melalui UU pengelolaan lingkungan hisup dan perlindungan konsumen LSM sebagai organisasi diberi hak untuk mewakili kepentingan publik dalam hal perlindungan lingkungan dan perlindungan konsumen.

Prosedur pemberian undang-undang ini merupakan pengecualian terhadap prinsip communality dalam arti LSM bukan sebagai pihak yang mengalami kerugian, maka untuk itu LSM harus memenuhi syarat formil sebagai badan hukum atau yayasan, memiliki tujuan yang tegas dan spesifik sesuai anggaran dasarnya. Serta telah menjalankan kegiatan sesuai anggaran dasar sebagai syarat materil, kegiatan mana harus berhubungan langsung dengan bidang sesuai UU (bidang lingkungan hidup atau perlindungan konsumen)

C. Prosedur acara gugatan kelompok

Prosedur beracara dalam gugatan kelompok ini berdasarkan ketentuan perma tetap tunduk pada ketentuan yang diatur dalam hukum acara perdata HIR dan RBG[13]. Secara umum syarat gugatan kelompok dapat dibagi 2 (dua), a.n :

1. Persyaratan umum berdasarkan hukum acara perdata.

Mulai dari formulasi gugatan dan proses pemeriksaan selanjutnya sesuai dengan apa yang diatur dalam hukum acara perdata pada lazimnya (HIR/RBg).

2. Persyaratan khusus berdasarkan Perma

· Dalam formulasi gugatan harus memuat ; identitas lengkap wakil kelompok, definisi kelompok secara rinci dan spesifik, keterangan tentang anggota kelompok (untuk pemberitahuan), posita dari seluruh anggota kelompok berikut wakilnya (dikemukakan dengan jelas dan rinci), penegasan perihal bagian atau sub kelompok, tuntutan ganti rugi.

· Dalam proses pemeriksaan :

a. dapat dilakukan pemeriksaan awal, merupakan pemeriksaan syarat formil gugatan kelompok. Perihal adanya kelompok, wakil yang sah, adanya kesamaan fakta atau dasar hukum dan terdapat kesamaan jenis tuntutan.

b. Hakim dapat memberi nasihat sebelum melanjutkan pemeriksaan[14]

c. Penetapan hasil pemeriksaan awal[15], gugatan kelompok apabila memenuhi syarat-syarat maka hakim membuat penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan dan sebaliknya.

· Pemeriksaan dilanjutkan sesuai ketentuan hukum acara perdata.

Jadi proses beracara melalui prosedur gugatan kelompok ini singkatnya, a.n ;

1. Gugatan dimasukkan ke pengadilan negeri bersangkutan ditujukan kepada ketua pengadilan negeri

2. Dilakukan upaya perdamaian, Pasal 6 Perma.

“Hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara”.

· Jika terjadi perdamaian dituangkan dalam putusan perdamaian[16], dan putusan berkekuatan hukum tetap.

3. Pemeriksaan awal, dilakukan untuk memeriksa syarat-syarat vformil gugatan.

4. Hakim dapat memberikan nasihatnya sebelum melanjutkan pemeriksaan berkenaan dengan kelengkapan syarat-syarat formil sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 Perma[17].

5. Pemeriksaan melalui acara biasa.

6. Putusan.

Kemudian terhadap segala apa yang terjadi selama proses pemeriksaan wajib diberitahukan kepada anggota kelompok (pasal 5 ayat 3 Perma).

D. Penutup

Sebagai sebuah terobosan baru class action atau gugatan kelompok, keberadaannya membuka akses lebih besar kepada masyarakat pencari keadilan untuk mempertahankan hak-haknya terhadap pihak-pihak yang merugikannya selain itu sebagai upaya efisiensi dan efektifitas pelaksanaan proses peradilan (due legal process) prose ini terbukti dapat mempersingkat waktu, sederhana dan berbiaya ringan.

Selain itu sebagai pilihan prosedur berperkara gugatan kelompok tidak membatasi pihak-pihak yang akan di gugat dalam hal ini pemerintah pun dapat diposisikan sebagai pihak tergugat apabila melakukan perbuatan yang telah merugikan merugikan. Dengan demikian manfaat kedepannya yang dapat dirasakan mempermudah proses penegakan hukum di Indonesia.

*Dipublikasikan pada http://sites.google.com/site/anjazhilman/ dan pada pelatihan Masyarakat antipornografi dan pornoaksi



[1] Advokat pada Difla El Qudsi & Partners; Advocates and Counselors at Law.

[2] Mengembangkan penyederhanaan akses masyarakat memperoleh keadilan dan untuk mengefektifkan efesiensi penyelesaian pelanggaran hukum yang merugikan orang banyak (konsideran Perma No. 1 Tahun 2002 perihal tujuan pengaturan prosedur gugatan kelompok).

[3] Pasal 1 huruf a. Perma No. 1 Tahun 2002.

[4] Harahap, Yahya, Hukum Acara Perdata, Grafika, Jakarta, hal. 139.

[5] Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2002

[6] Pasal 38 UU No. 23 Tahun 1997 UUPLH

[7] Pasal 46 (a) 1 huruf c UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

[8] Harahap, yahya, Hukum Acara Perdata, Grafiti, Jakarta.

[9] Ibid. hal. 146.

[10] Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2002.

[11] Pasal 2 huruf c Perma No. 1 Tahun 2002

[12] Pasal 8 (a) 1 dan 2 Perma No. 1 Tahun 2002.

[13] Pasal 10 Perma No. 1 Tahun 2002, berbunyi, “Ketentuan –ketentuan yang telah diatur dalam hukum acara perdata tetap berlaku, di samping ketentuan-ketentuan dalam PERMA ini".

[14] Pasal 5 (a) 2 Perma No. 1 Tahun 2002

[15] Pasal 5 (a) 3 dan 4 Perma No. 1 Tahun 2002

[16] Pasal 10 Perma No. 1 Tahun 2002 jo. Pasal 130 HIR.

[17] Pemeriksaan ini serupa dengan prosedur dismissal proses dalam acara TUN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar